Saturday 30 July 2011

Mengurai Akar Masalah Kemacetan Jakarta

Jakarta Macet!!
 begitu berita yang sering saya dengar,lihat dan baca.
Berhubung saya bukan warga Jakarta dan dari tayangan TV, berita di Internet,koran dll sudah cukup bagi saya untuk menyimpulkan betapa ruwetnya Kota Jakarta.



Berikut beberapa tulisan dari milis Logic-Id yang saya ikuti, pendapat para praktisi sekaligus pelaku kemacetan Jakarta itu sendiri.

Kita mengenal istilah PROBLEM, SYMPTOMS, CAUSE, dan SOLUTION. Problem adalah yang menjadi perhatian kita saat ini, Symptoms (gejala) adalah hasil/konsekuensi dari terjadinya problem, sementara cause adalah penyebab problem, sedangkan Solution adalah tindakan yang diambil untuk menghilangkan cause. Contoh: problem : Flu. Symptoms: pilek, pusing, demam. Cause: virus. Solution: Istirahat. Jadi, Kembali ke laptop, kemacetan itu problem, symptoms, atau cause?

Mari berbicara dengan data dan fakta:

Data 1:

Setiap tahunnya, kendaraan bermotor di Jakarta tumbuh 8,1% sedangkan jalan tumbuh 0,01%. jika di detailkan lagi, kendaraan bermotor bertambah 1,172 buah (186 mobil dan 986 motor) setiap hari di Jakarta. Jika ditarik garis trend ditemukan bahwa jumlah luas kendaraan = dengan luas jalan di tahun 2014.

Data 2:

Penduduk Jakarta di siang hari bertambah setidaknya 5 juta jiwa dibandingkan malam hari. Pertambahan penduduk ini disumbang oleh Tangerang (2 jt), Bekasi (1,4 jt) dan Bogor & Depok (1,6 jt)

Data 3:

Kebutuhan perjalanan dari, ke, dalam Jakarta sebesar 17,2 Juta perjalanan tiap hari

Data 4:

98,5% kendaraan bermotor di Jakarta adalah kendaraan pribadi, sisanya adalah angkutan umum. Kendaraan pribadi melayani 44% perjalanan sedangkan angkutan umum “harus” melayani 55% sisanya.

Data 5:

konsekuensi dari data 4, rata-rata penumpang kendaraan pribadi adalah 1,4 sementara kita bisa lihat bagaimana orang “bertaruh nyawa” berjejalan di TransJakarta, kopaja, dan KRL. Artinya, begitu banyak kursi kosong yang memenuhi jalan ibukota ini.


Dari data di atas disimpulkan bahwa kemacetan sendiri bukanlah masalah, namun gejala atau konsekuensi/ hasil yang timbul karena masalah, yaitu: ketergantungan penduduk Jakarta terhadap kendaraan pribadi.

Jika masalahnya adalah ketergantungan penduduk Jakarta (dan sekitarnya) terhadap kendaraan pribadi, maka: pembatasan truk tanpa rencana dan studi kelayakan yang tepat, menambah dan menumpuk sampai tiga lapis jalan, 3 in 1, pembatasan plat nomor (ganjil-genap), dll adalah solusi yang diambil pemda DKI untuk mengobati SYMPTOMS bukan CAUSE. Solusi itu memindahkan masalah atau bahkan menciptakan masalah baru. Don’t invite the devil! (ojok ngundang setan)

Jika kita sepakat Problemnya adalah ketergantungan, maka untuk mencari cause adalah bertanya “kenapa?” , kenapa sih kita tergantung pada kendaraan pribadi? “value” apa yang tidak kita dapatkan jika tidak menggunakan kendaraan pribadi? Setelah pertanyaan itu terjawab baru kita mencari “how” untuk mencari subtitusi value dari kendaran pribadi.

Saya rasa sampai sini kita serahkan kepada ahlinya yang layak dicoblos kumisnya itu J. Secara pribadi saya pernah melihat presentasi beliau, dan memang beliau adalah orang yang “berisi”. Gelar Doktor planologinya itu jelas bukan abal-abal! Hanya butuh skala prioritas dan sedikit keberanian untuk memulainya. Pemerintah punya priviledge yang tidak dipunyai oleh swasta yaitu membuat himbauan peraturan dan memungut pajak.

Biarlah itu jadi PR pemerintah, toh untuk itu mereka kita bayar melalui pajak khan?

Saya lebih tertarik pada apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi masalah di atas?

Sebelumnya mari kita definisikan kata “bekerja”, menurut saya bekerja adalah aktivitas yang kita lakukan untuk mengubah input menjadi output yang diinginkan pelanggan. Output yang sesuai keinginan pelanggan itulah yang disebut kualitas. Jadi yang menentukan kualitas itu lama bekerja atau cara bekerja?

Bergerak belum tentu bekerja begitu juga kegiatan kita menuju tempat untuk bekerja. Jadi pertanyaannya apakah kualitas ditentukan oleh kehadiran kita? Atau di era yang serba canggih ini apakah 100% karyawan harus hadir untuk mendapatkan output yang berkualitas?
Sampai sini saya berpikir bahwa ketergantungan akan kendaraan pribadi itu sendiri masih berupa Symptoms, bukan masalah yang sesungguhnya...

Mari berdiskusi

Salam,
Yudha satya
(YM/t : @satya_yudha)

Pendapat lainnya :

Ini poin menarik, coba kita renungkan, bukankah semua ini kemauan rakyat juga? Saya bukan orang pemerintah lho, saya bosnya pemerintah (sebagai rakyat).

  • Bukankah rakyat sendiri yang menginginkan sejumlah besar anggaran untuk pendidikan? Artinya ya yg lain tertinggal termasuk infrastruktur.
  • Lalu pada saat pemda mau memajaki seluruh restoran, rakyat juga menolak? Warung sate kambing omzet ratusan juta ga perlu bayar pajak? Biarin aja orang parkir penuhin jalan umum?
  • Orang membuat minimarket yg didukung infrastruktur logistik juga ditolak? Lebih baik minimarket informal ga bayar pajak yg terima barang dari 20 supplier (=20 truk) dibanding 1 DC (=1 truk) setiap hari?
  • Rakyat juga memilih membeli mainan di pasar gembrong ga bayar pajak yg membuat jalanan macet drpd di hypermarket yg bayar pajak dan menyediakan tempat parkir?
  • Sebagai pemain di dunia FMCG, kita anti retailer DC supaya bisa memaksakan (dgn imbalan) loading stock ke toko demi mencapai target penjualan sort term? Padahal dengan penggunaan armada truk2 kecil di hari kerja akan menciptakan kemacetan? (Catatan: Saya mendukung DC retailer krn lebih green dan mengurangi kemacetan)
Coba kita renungkan dan atur perbuatan kita sehari2:
  • Belanja di sektor formal yang bayar pajak, menggunakan infrastruktur logistik yg efisien
  • Makan di restoran dgn tempat parkir yg tidak menyita jalan dan membayar pajak
  • Aktif untuk push pemerintah + DPR agar prioritaskan infrastruktur
  • Lakukan keputusan bisnis yg menghindari kemacetan dan mengurangi emisi CO2
  • Jangan konsumsi media yg provokasinya sok membela sektor informal. Harusnya semuanya formal, biarpun kecil (seperti karyawan pabrik yg begitu diatas PTKP lgs dipotong pajak)
Dan... Jangan lupa gunakan suara kita untuk memilih partai yang benar, yg serius ga Cuma ngurusin pornografi karena memang  pecandu pornografi. Juga presiden yg kita yakin akan bangun infrastruktur.

Bayu Soedjarwo

pendapat lainnya lagi :

Pak Bayu dan rekan milist ysh.
Menalar dari apa yang bapak tulis, saya hanya ingin berpendapat bahwa;
1. Amboradulnya tatanan masyarakat lebih disebabkan oleh degradasi mentalitas bangsa ini termasuk saya sendiri. Itulah pentingnya pendidikan yang bertujuan untuk mencerdaskan bangsa.
Kita pencetus ide ini yang effektif menerapkan adalah negara tetangga. Contoh Singapura, sebelum mereka bicara hukum, sosial, ekonomin dan budaya apa yang mereka lakukan? Tidak lain adalah mencerdaskan rakyatnya!
Setiap tahun anggaran pendidikan menempati prioritas utama anggaran sampai incentif pajak diberikan kepada dunia usaha berbasis kepada pendidikan. Tidak sedikit anggaran pendidikan yang mereka keluarkan tiap tahinnya sebagai bagian dari sustainable development pendidikan rakyat mereka.

 Jika rakyat mengerti atau cerdas (bukan pintar/ tricky) maka semua tatanan masyarakat akan mudah diatur dan teratur. Celakanya lagi bangsa kita pada umumnya banyak yang pintar tapi tidak mengerti!
Contoh sederhana konsep2 kita yg briliant ttg berbangsa dan bernegara siapa yang efektif menerapkan tidak lain adalah jiran2 kita, pertnyaannya kitanya bgm?

Balik ke mentalitas tadi contoh malas (mikir,kerja/usaha), mau cepat kaya tanpa keluar keringat, korupsi jadi solusi, melacurkan, kehormatan, idealisme, dan harga diri sbg bangsa Indonesia dlsb.
Hal ini yang menjadi biang keladi kerusakan di bumi pertiwi ini. Itulah yang ingin diperbaiki untuk generasi yang akan datang. Semoga generasi kedapan tidak menjadi generasi yang pintar tapi lebih dari itu menjadi generasi yang mengerti dan cerdas.

Agung


--
Best regards,
Taro

Monday 25 July 2011

Freight Forwarders' Liability Insurance ( Asuransi Freight Forwarders)

Freight Forwarders' Liability Insurance :

Apa & Mengapa

Menurut situs GAFEKSI (Gabungan Forwarder & Ekspedisi Indonesia) atau
INFA (Indonesian Forwarders Associations) -www.infa.or.id-; Jasa
Ekspedisi Angkutan Barang (Freight Forwarding Services) merupakan jasa
yang berhubungan dengan penerimaan, angkutan, pengkonsolidasian,
penyimpanan, penyerahan, Logistik dan atau distribusi barang beserta
jasa tambahan dan jasa pemberian nasehat yang terkait dengannya,
termasuk kegiatan kepabeanan dan perpajakan, kewajiban pemberitahuan
tentang barang untuk keperluan instansi pemerintah, penutupan asuransi
barang dan pengutipan atau pembayaran tagihan atau dokumen yang
berhubungan dengan barang tersebut.
Secara garis besar Freight Forwarding Services meliputi:

- Ocean freight forwarder / NVOC
- Air freight forwarder / air cargo agent- Customs Agent
- Road haulier - Trucking
- In transit warehousing / Depot Opeartors
- Packing / Consolidating

Mengapa anda butuh Freight Forwarders' Liability?

Care Custody and Control

Freight Forwarders bertanggung jawab terhadap barang-barang pihak ketiga
(cargo) yang berada dalam penanganan dan pengawasannya (care, custody
and control) agar aman dan selamat samapi tujuan.

So Many Parties
Mengangkut barang dari satu lokasi ke lokasi lainnya diseluruh Indonesia
(domestic) maupun diseluruh belahan bumi (worldwide) melibatkan banyak
sekali pihak-pihak terkait mulai dari pemilik barang, sub-kontraktor,
pihak angkutan darat, pihak pekerja bongkar muat, pelabuhan, pihak
pelayaran, bea-cukai, dan pihak ketiga lainya. Jika terjadi klaim, siapa
yang beratnggung jawab?

So Many Claims
Klaim dapat timbul dari kontrak pengangkutan, bill of lading atau airway
bill, kontrak pergudangan, maupun tanggung gugat hukum pihak ketiga
lainnya yang mungkin timbul dari suatu peristiwa kecekaan pengangkutan.

High Cost of Defence
Terbukti bertanggung jawab ataupun tidak, jika terjadi suatu
permasalahan maka dapat dipastikan bahwa biaya investigasi dan pembelaan
hukum bisa sangat mahal, biaya pengacara (lawyer) dan biaya-biaya
pengadilan baik tingkat pertama, banding dan kasasi bisa sangat lama dan
sangat mahal.

Freight Forwarders' Liabilty Insurance sebenarnya adalah persyaratan
wajib (compulsory) bagi perusahaan untuk bisa beroperasi di bidang jasa
freight forwarders, namun demikian yang terjadi di Indonesia FFL
belumlah merupakan keharusan terkecuali jika mereka dipersyaratkan dalam
suatu kontrak atau keagenan dengan perusahaan asing.

Bukankah sudah ada "Marine Cargo Insurance"?

Marine Cargo Insurance dibeli dan premi dibayar oleh pemilik barang
(cargo owner) untuk menjamin kerusakan atau kerugian yang terjadi pada
kargo selama dalam perjalanan (transit), jika kerusakan atau kerugian
kargo terjadi akibat dan berada dalam penanganan dan pengawasan (care,
custody and control) Freight Forwarders, maka pemilik kargo maupun cargo
underwriters akan menuntut hak subrogasi kepada perusahaan Freight
Forwarders.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Pasal 1365 dan 1366)

Pasal 1365.
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian itu
untuk mengganti kerugian tersebut.


Pasal 1366.
Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang
disebabkan perbuatan-perbuatannya, melainkan juga atas kerugian yang
disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.



Apa yang dijamin dalam Freight Forwarders' Liability?

Polis Freight Forwarders' Liability Insurance memberikan jaminan
yang lengkap untuk segala aktivitas jasa pengangkutan barang, tidak
hanya terbatas pada jaminan atas kerugian dan kerusakan kargo tetapi
juga menjamin consequential loss, misdelivery, delay, fines & duties,
dan tentu saja jaminan terhadap third party legal liability, yang dibagi
dalam 4 kelompok jaminan:

1) Cargo and Related Liabilities
2) Third Party Liability
3) Liability for Fines & Duty
4) Claims Expenses

1) Cargo and Related Liabilities

Menjamin tanggung gugat hukum terhadap kerugian atau kerusakan kargo
yang berada dalam penanganan atau pengawasan, freight forwarder sesuai
dengan kontrak pengangkuan atau konvensi pengangkutan internasional;

a. Kerusakan atau kerugian fisik pada kargo
b. Kerusakan atau kerugian fisik pada kapal atau peralatan pihak
ketiga
c. Kerugian lanjutan atau biaya-biaya ekstra (direct consequential
loss) sebagai akibat dari kerusakan atau kerugian a dan b
d. Kesalahan pengiriman, penyerahan kargo dan keterlambatan karena
kelalaian dalam menjalankan SOP, (delay, incorrect or wrongful delivery
of cargo, failure or omission to follow specific instruction)
e. Kontribusi biaya GA yang tidak bisa diperoleh dari klien
(cargo's contribution to general average and salvage which the
Insured is unable to recover form the Customers)

2) Third Party Liability

Menjamin tanggung gugat hukum terhadap cidera badan atau kerusakan harta
benda pihak ketiga akibat suatu kecelakaan dalam pengangkutan atau
kegiatan freight forwarder

a. Cidera badan pihak ketiga (third party bodily injury)
b. Kerusakan atau kerugian harta benda pihak ketga (loss or damage to
third party property)
c. Kerugian lanjutan atau biaya-biaya ekstra (direct consequential
loss) yang diderita pihak ketiga sebagai akibat dari a dan b


3) Liability for Fines & Duty

Menjamin tanggung gugat hukum terhadap biaya-biaya, denda akibat
pelanggaran aturan kepabeanan (custom) atau regulasi yang berlaku
(Unintentional breach of any law or statutory provision) sehubungan
dengan:

a. Export-import kargo
b. Peralatan (equipment) yang digunakan untuk pengankutan atau
handling kargo
c. Keimigrasian (immigration)
d. K3 (safety of working conditions)


4) Claims Expenses

Menjamin biaya-biaya perkara dan pengacara dalam proses klaim dan
penyelesaian klaim, biaya-biaya tsb dapat meliputi:

a. biaya-biaya surveyor, lawyer, or expert
b. biaya-biaya untuk memusnahkan kargo
c. biaya-biaya karantina, fumigasi, disinfektan (selain untuk
prosedur normal)


Siapa saja yang bisa klaim kepada Freight Forwarders?

Jika terjadi kerusakan atau kerugian, Siapa saja yang bisa klaim kepada
Freight Forwarders? Ya…bisa siapa saja. Klaim bisa datang dari:

-The cargo owner - your customer (Pemilik kargo)
-Sub-contractors
-Owners or operators of the vessel, aircraft or truck carrying the cargo
-Authorities (Pemerintah)
-Third parties to whom you owe a duty of care (Pihak ketiga)



Limit of Liability: Berapa jumlah ganti rugi nya?

Sesuai dengan Konvensi International yang dicantumkan dalam kontrak
pengangkutan, Bill of Lading untuk pengangkutan laut dan Airway Bill
untuk pengangkutan udara

Dalam hal pengangkutan kargo melalui laut, terdapat 4 konvensi
internasional yang berlaku, yaitu:

Limits of Liability under the international conventions:
1. The limit under Hague Rules 1924 - Pounds 100 per package or unit,
Pounds 100 being the amount to Pounds 100 gold value.
2. The limit under Hague-Visby Rules 1968 - 10,000 Poincare Francs per
package or unit or 30 Poincare Francs per kilo of gross weight,
whichever is higher
3. The limit under Hamburg Rules 1978 - 2.5 Special Drawing Rights (SDR)
per kg or 835 SDRs per package or shipping unit
4. The limit under SDR Protocol 1979 - 2 SDRs per kg or 666.67 SDRs per
package, whichever is higher
Sedangkan untuk pengangkutan udara diatur dalam Warsaw Convention 1929
– 250 French Gold Francs per kilogram (atau sekitar 51.9230 USD per
kilogram)

Jika Berat Maksimum yang diperkenankan untuk container 20 Feet adalah 20
Ton dan untuk container 40 feet adalah 28 Ton dengan memakai SDR
Protocol 1979 yang umum dipakai, dengan kurs 1 SDR = 1.53 USD maka akan
diperoleh batas maksimum ganti rugi sebesar US$ 61,200 s/d US$ 85,680
per container.

Nah kalau dalam satu kapal terdapat 10 kontainer milik satu Perusahaan
Freight Forwarders, maka perlu sedikitnya US$ 600,000 Limit of Liability
per shipmentnya bukan? Belum lagi untuk menjamin extra charges dan
Tanggung Jawab Hukum Pihak Ketiga dan Claim Expenses.

Special Limit Max US$ 100,000

Special Limit Max US$ 100,000 diberlakukan di polis khusus untuk cargo:
(cigarettes, spirits or wines, works of art, mobile telephones and
parts, computers and parts and software, memory chips, and computer
security system).


Berapa Rate / Premi-nya?

Rate / Premi Freight Forwarders' Liability sangat bergantung kepada
besar kecilnya portfolio dan turn over perusahaan freight forwarders
yang disebut Gross Freight Receipt (GFR), Company Profile, Range of
Services, Claims Experience, and Limit of Liability.

Berdasarkan pengalaman biasanya premi mulai dari US$ 4,500 per tahun

*Gross Freight Receipt (GFR) is Gross revenue plus payments to agents
and subcontractors in respect of transport services, but excluding
customs duty, sales tax, or similar fiscal charges/ disbursements paid
on behalf of customers. Do not deduct any cost of operation, fixed
recurring or isolated overhead or any other expenses of any kind.


Description of Covers
FREIGHT FORWARDERS' LIABILITY INSURANCE


Risks Covered/Jaminan
Cargo liability, Menjamin tanggung gugat hukum terhadap kerugian atau
kerusakan kargo yang berada dalam penanganan atau pengawasan, freight
forwarder sesuai dengan kontrak pengangkuan atau konvensi pengangkutan
internasional
Liability to customers' equipment, Menjamin tanggung gugat hukum
terhadap kerugian atau kerusakan kapal atau peralatan yang digunakan
dalam kegitan pengangkutan
Liability for consequential loss, Menjamin tanggung gugat hukum terhadap
kehilangan keuntungan pihak ketiga akibat kerugian atau kerusakan kargo
yang diangkut atau kerugian atau kerusakan kapal atau peralatan yang
digunakan dalam kegitan pengangkutan.
Liability for misdelivery of cargo, Menjamin tanggung gugat hukum
terhadap kesalahan pengiriman kargo karena error or omission.

Liability for misdirection costs, Menjamin tanggung gugat hukum terhadap
kesalahan perintah pengiriman atau penanganan kargo karena error or
omission.
Liability for delays, Menjamin tanggung gugat hukum terhadap
keterlambatan dalam kesalahan perintah pengiriman atau penanganan kargo
karena error or omission.
Liability to general average, Menjamin tanggung gugat hukum terhadap
kontribusi general average and salvage dari pemilik kargo yang tidak
dapat diperoleh kembali dari klien
Liability for fines & duties, Menjamin tanggung gugat hukum terhadap
biaya-biaya, denda akibat pelanggaran aturan kepabeanan (custom)
Third party legal liability, Menjamin tanggung gugat hukum terhadap
cidera badan atau kerusakan harta benda pihak ketiga akibat suatu
kecelakaan dalam pengangkutan atau kegiatan freight forwarder
Liability for unintended pollution Menjamin tanggung gugat hukum
terhadap polusi dan biaya-biaya pembersihannya
claim and Legal cost,Menjamin biaya-biaya perkara dan pengacara dalam
proses klaim dan penyelesaian klaim

Tips Menghabiskan Gaji Yang Menyenangkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -

Pengelolaan manajemen keuangan rumah tangga jika tidak hati-hati bisa salah urus. Yang terjadi uang gajian yang kita peroleh habis sebelum satu bulan. Alhasil harus pontang panting mencari tambahan agar bisa untuk kehidupan selanjutnya. Jadi bagaimana menghabiskan uang gaji bulanan yang aman.



Jika baru saja mendapatkan gaji apa yang Anda lakukan? Umumnya ada empat kebutuhan yang perlu dikeluarkan menggunakan uang gaji yakni kebutuhan biaya hidup, kemudian membayar cicilan hutang, pemenuhan kebutuhan masa depan atau saving kebutuhan masa depan atau menabung baru terakhir Kewajiban agama seperti zakat.

Lalu apakah Anda bisa konsisten untuk menjalankannya dan berakhir sukses. Ternyata sebagian besar tidak bisa secara sukses menjalankan program ini. Mengapa? Karena pemenuhan kebutuhan hidup jadi prioritas, sehingga yang terjadi uang justru dihabiskan untuk pemenuhan keperluan.

Perencana keuangan, Ahmad Gozali mempunyai pendapat yang berbeda. Namun, untuk melakukannya diperlukan mindset yakni jika sebelumnya fokus pada cara menyisakan uang, ubahlah dengan menghabiskan uang dari penghasilan bulanan. Tapi menghabiskan dengan cara menyenangkan.

Kok bisa? "Ketika kita menerima gaji kan memang untuk dihabiskan," tutur Gozali saat talkshow Tips Menghabiskan Uang Gaji di JCC Senayan akhir pekan lalu. Namun demikian menghabiskan uang gajian ala Gozali ini jangan diartikan perilaku konsumtif yang cenderung mengedepankan keinginan (selera) dan bukannya kebutuhan. Cara ini umumnya dipraktekan kalangan orang kaya.

Menurut pria yang tergabung dalam lembaga perencana Safir Senduk dan Rekan , dalam menentukan prioritas, Anda perlu menentukan pengeluaran dengan melihat faktor risiko (tinggi, menengah, rendah) dan fleksibilitasnya. Pengeluaran yang fleksibel bersifat jangka panjang yang masih bisa ditawar, sedangkan lawannya, yakni kebutuhan tidak fleksibel atau tetap (fix), bersifat jangka pendek.

- Prioritas pertama,
Kewajiban agama/sosial, biasanya 10 persen dari penghasilan. Kewajiban agama atau sosial, seperti zakat (Muslim), perpuluhan (Nasrani), berada dalam prioritas pertama. Pengeluaran ini sifatnya fix, 2,5 persen untuk zakat, misalnya, ini tak bisa ditawar. Jadi, keluarkan dana zakat saat menerima gajian setiap bulan. "Masalah ini urusannya bukan hanya ke debt collector, pihak bank tapi urusannya dengan yang di Atas. Jadi justru ini yang menjadi prioritas dikeluarkan ketika kita menerima gaji," ujar Gozali.

- Cicilan utang
Pengeluaran ini sifatnya juga fix dan berisiko tinggi. Oleh karena itu, Anda harus memenuhi kewajiban ini setiap bulan saat awal menerima gajian. Cicilan seperti KPR, kendaraan, kartu kredit, dan lainnya perlu dilunasi sesuai pembelanjaan Anda. Bunga semakin tinggi jika kewajiban ini tidak segera dipenuhi. Selain faktor psikologis, bagi orang normal Anda akan mengalami gangguan psikologis jika terlilit banyak utang. Belum lagi konsekuensi legal jika kredit di bank macet.

- Kebutuhan masa depan (saving)
Menabung, berinvestasi, dan membeli asuransi adalah sejumlah bentuk kebutuhan masa depan yang harus dialokasikan dari penghasilan bulanan. Minimal 10 persen dari penghasilan. Kebutuhan ini menjadi penting karena kondisi keuangan selalu dinamis. Apalagi bagi karyawan, di mana ketahanan gaji memungkinkan untuk naik, turun, atau bahkan tak berpenghasilan alias kehilangan pekerjaan (PHK misalnya). Sifat dari pengeluaran ini fix.

- Biaya hidup, 40-60 persen dari penghasilan
Jika ketiga kewajiban di atas sudah dipenuhi begitu Anda menerima gaji bulanan, gunakan sisanya untuk memenuhi semua kebutuhan rutin bulanan, seperti sembako, listrik/air, uang sekolah anak, iuran lingkungan/keamanan, termasuk yang terkait hobi seperti membeli buku, menonton film, atau pengeluaran entertainment lainnya (yang sifatnya keinginan). Biaya hidup akan cepat habis karena cenderung mengikuti gaya hidup.

Monday 18 July 2011

Makro vs Mikro Logistik

Hasil diskusi milis ALI tentang Makro vs Mikro Logistik
semoga bermanfaat

Makro vs Mikro Logistik
Dear rekan-rekan ALI,
Diskusi ini sangat menarik karena kita sebagai pelaku mengetahui kondisi langsung masalah di lapangan dan punya solusi ideal. Bisa dipastikan implementasi solusi ini pasti tidak gampang, kalau gampang logistik kita dari 20 tahun lalu sudah menjadi terbaik di Asia.

Kita harus bisa membedakan antara Konsep Logistik (Makro) dan Eksekusi Logistik (Mikro), sering kali kita terjebak disini. Melakukan analisa makro tetapi memakai kaca mata mikro. Kalau kita mendesign konsep logistik Makro dengan kaca mata Mikro akhirnya bisa seperti yg sering dikatakan oleh teman saya Mahendra: Perfecting the Wrong Thing.

Konsep Blueprint atau Sislognas adalah design sistem logistik Indonesia secara Makro yang mempunyai visi locally integrated & globally connected, dan objectivenya adalah menurunkan biaya logistik & meningkatkan service level. Sehingga design dari sislognas harus mendukng tercapainya objective seperti Moda transportasi yg menjadi prioritas (jalan,laut atau udara), dimana lokasi hub internasional, dimana saja alur ferry dan kapal laut utk menghubungkan pulau kita, lokasi logistics center, dll. Juga membahas apa saja yg perlu dibuat untuk mendukung SDM Indonesia di bid logistik, sistem IT yg seperti apa, regulasi yg harmonis antara daerah dan pusat dan antar dept, dan peranan jasa logistik.

Kalau kita membuat Sislognas dengan mempertimbangkan semua hambatan yg terjadi di lapangan (mikro), maka tdk pernah akan jadi Sislognas kita ini. Hambatan dilapangan harus dihilangkan bukan dipertimbangkan. Yang harus dipertimbangkan dalam sislognas adalah kondisi alam dan jalur perdagangan.

Setelah makro designnya jadi baru kita turunkan menjadi aturan, guidance,enforcement, agar menjadi applicable di lapangan. Proses ini tdk mudah tapi perlu support dari kita semua dan sikap optimis bahwa design yg dibuat akan membuat sistem logistik kita lebih baik.

Sebenarnya proses diatas sdh kita lakukan di tempat kerja kita masing2,dimana waktu kita mendesign sistem logistik di perusahaan, kita memakai business strategy sebagai panduan dan akhirnya diturunkan menjadi program kerja di bidang logistik. Jadi kalau perusahaan kita ingin menambah market share 5%, dept logistik harus siap2 untuk nambah gudang baru, truk dll.

Proses ini berjalan bertahap sampai ke program kerja masing2 orang, hambatan di lapangan seperti pungli, skill SDM yg kurang dll, tdk akan mempengaruhi target perusahaan utk menambah market share 5%, dept logistik yg harus mengatasi masalah tsb.

Teman-teman yang kemarin baru selesai training SCOR, pasti mengetahui benar bagaimana menurunkan business strategy perusahaan, menjadi strategy logistik dan bagaimana cara eksekusinya. Kalau di SCOR dari level 1 sampai level 3 (yg bisa menjadi SOP), merubah dari "AS IS" menjadi "TO BE"

Komentar dari Pak Wahyu bahwa konsep subsidi tdk berjalan karena bisa menimbulkan lahan korupsi yg baru, cara pandang seperti ini melihat masalah makro dgn kacamata mikro. Subsidi perlu dilakukan di infrastruktur logistik karena infrastruktur adalah sunk cost dan menjadi tugas pemerintah untuk melakukan investasi sebagai pelayanan ke masyarakat. Makin bagus dan efisien
infrasturktur logistiknya makin besar multiplier effectnya kepada ekonomi

dan pada akhirnya pemerintah mendapat pemasukan dari tempat lain seperti pajak. Bila swasta ingin masuk ke infrastruktur maka swasta pasti mengharapkan kompensasi utk menutup sunk cost mereka seperti tariff toll yg naik tiap tahun, monopoli atau lahan ribuan hektar (utk JSS - menurut kabar angin :)

Logistik adalah enabler dari ekonomi makanya harus dibuat se-efisien mungkin, kasus dari RA membuat Logistik bukan menjadi enabler tapi blocker thd ekonomi. Kalau jaringan distribusi kita sudah lancar maka perbedaan harga produk antar pulau atau daerah akan tipis sehingg ekonomi di masing2 daerah akan berkembang. Sistem Logistik Nasional juga harus berpihak untuk mendukung daya saing produk local, cara nya bagaimana saya juga kurang tahu. Mungkin Pak Angga dari ITB lebih ahli dalam masalah ini.

Masukan dari rekan-rekan sangat bagus dan kita harapkan rekan-rekan ALI bisa hadir pada Seminar Logistik Nasional pada tanggal 20 Juli di Bandung (@Pak Andi bukan seminar Financial SCM) dimana konsep Makro Logistik Indonesia akan dibahas, kalau kita bisa urun rembuk memberikan ide pada seminar ini sangatlah bagus, sekalian kita bisa kenalan siapa tau bisa dapat bisnis (ini

yg Mikronya :). Rencananya juga tanggal 26 Juli di Makassar dgn topic yg

sama plus mengenai Logistik di Indonesia Timur.

Sebagai informasi tanggal 5 Juli kemarin, ALI bersama Kantor Menko mengadakan training introduction to Logistik kepada 60 pegawai negeri dari berbagai department dan instansi yang berkaitan dgn Logistik. Hal ini sangat menggembirakan karena kita bisa menularkan virus bahwa Logistik adalah enabler dari perekenomian sehingga harus efisien dan efektif kepada teman-teman kita di birokrasi.

Thanks

Zaldy

Pendapat member :
Boss Zaldy,Akur sama penjelasannya bahwa pemerintah harus menyediakan infrastruktur logistik..., tapi itu tampaknya lebih tepat disebut sebagai investasi, bukan subsidi. Kalau subsidi berarti bantuan atas biaya operasional, dan karenanya bisa disalahgunakan.Kalau infrastruktur tersebut hanya boleh dioperasikan oleh badan yang ditunjuk, tidak based on competition, maka hasilnya seperti pt KA atau Ferry yang sampai sekarang tidak berkembang..oya, KA dan Ferry disubsidi.
.Begitu boss...


Pak Zaldy, Sebenarnya klo service-nya juga sepadan dg cost yg ditetapkan para pelaku masih bisa menerima (walaupun dg berat hati). Tetapi bila pada kenyataannya malah kebalikannya dan bahkan menimbulkan extra cost lainnya kan malah sangat-sangat kontra produktif bagi pengembangan dunia logistik yg semakin besar peranannya dan menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi secara makro di segala aspek kehidupan di Republik ini.
Sangat disayangkan bila suatu kebijakan ditelorkan dan seolah-olah tanpa melalui pematangan konsep dan tahapan yg sistematis yg terencana dan terukur. Yang pada pelaksanaannya malah menambah carut marutnya penanganan rangkaian rantai suply itu sendiri.Mudah-mudahan ke depan pemerintah bisa lebih cerdas dan cermat dalam menelorkan kebijakan-kebijakan strategis terkait dg pengaturan bagian per bagian dari rangkaian aktifitas Logistik/Supply Chain baik regional, nasional maupun kawasan demi kebaikan dan keunggulan bangsa ini juga.

Salam,
Baskoro


Pak Zaldy Yth. dan Temans semua,
Pemerintah seharusnya melakukan studi banding bagaimana negara tetanggakita mengelola & mengembangkan infrastuktur logistik untuk meningkatkan daya saing & memicu pertumbuhan ekonomi mereka, (tapi birokrat yg berangkat ke sana harus yg benar2 paham ttg Logistik bukan sekedar mau jalan2 & belanja), bisa ke Singapura & Malaysia.
Jika paradigmanya Logistik sbg profit center lalu operator yg diberi tugas gradenya (-+???). Dapat ipastikan daya saing Indonesia semakin merosot, karena logistics handling cost akan semakin mahal dari hulu ke hilir, mulai dari yg resmi sampai premanisme di bidang logistik. Ujung2nya bisa ditebak: harga produk buatan Indonesia semakin mahal dan tidak kompetitif baik di pasar domestik maupun di pasar internasional.Sekarang saja sudah terasa kok, lihat produk2 import pertanian yang masuk ke Indonesia, kualitasnya lebih baik tapi harganya lebih murah, sedangkan produk lokal pertanian Indonesia, sudah gradenya lebih rendah harga2nya lebih mahal, selain rendahnya inovasi, proses farming, serta pengawasan mutu, juga akibat proses operasional logistik di bidang pertanian yg carut-marut. Beberapa produsen Indonesia yang pening dan frustasi dengan situasi ini sudah melakukan tool manufacturing di negara lain untuk membuat produk lokal yg dijual di Indonesia, sebuah ironi kan?, di saat investor asing di undang masuk, sebagian investor domestik malah pindah ke negara lain. Apakah mereka yang ada di Parlemen, Birokrasi, & Penegak Hukum, pernah berpikir tentang hal ini, atau memang ada yang memiliki masalah kronis di bidang kompetensi, integritas, kepemimpinan, & visi kebangsaan, sehingga membenahi infrastuktur dan birokrasi di bidang logistik saja tidak selesai-selesai.Memulai aktivitas dengan opini yg pening, krn jalanan sebentar lagi macet... :) ,
semoga berkenan...
Salam,
Deni Danasenjaya