Showing posts with label exim. Show all posts
Showing posts with label exim. Show all posts

Monday 19 September 2011

Menghitung Ongkos Logistik

Diskusi dr milis Logic-ID
-----------------------------------------------------
Ongkos logistik yang mahal dan kebijakan pemerintah

Rekans ysh.,

Akhir-akhir ini banyak kalangan yang menyatakan bahwa biaya logistik di Indonesia adalah tinggi dan menjadi sumber ekonomi biaya tinggi. Kalau diukur dari PDB maka ongkos logistik Indonesia antara 20-25%. Kalau diukur dari harga jual produk, ada yang mengatakan bahwa ongkos logistik sekitar 25-30% dari harga jual produk ke pelanggan. Pertanyaan yang menggelitik: Apakah memang demikian? Mengapa ongkos logistik yang tinggi itu terjadi? Kebijakan apa yang perlu diterapkan oleh Pemerintah untuk menurunkan biaya logistik?

Mari kita lihat apa yang sudah dikerjakan oleh orang lain.
Logistik mempunyai dua mata pisau: sebagai pemampu yang memungkinkan terjadinya transaksi dan sebagai beban biaya yang harus dikeluarkan. Semakin tinggi nilai tambah dari waktu, lokasi, dan kuantitas dari kegiatan logistik, maka semakin baik bagi perputaran ekonomi. Di lain pihak, semakin panjang rantai logistik, maka semakin mahal. Bagaimana mengatahui bahwa rantai logistik itu mahal? Salah satunya adalah dengan menggunakan metode waktu/biaya - jarak yang menggambarkan keterkaitan biaya dan waktu dalam proses transportasi (lihat http://www.unescap.org/ttdw/common/TFS/ImprovingTx/VV1/All/Introduction-Time-Cost.asp). Kalau garis transportasi semakin vertikal maka ada yang tidak beres pada transportasi. Ada hambatan atau kemecetan yang perlu diselesaikan. Identifikasi di mana masalah adalah langkah pertama dalam mencari solusi.

Apakah sudah ada studi yang mengukur mahalnya biaya logistik? Hasil penelitian Lembaga Penelitian Ekonomi Masyarakat (LPEM UI) pada tahun 2005 menunjukkan biaya logistik di Indonesia mencapai 14,08 persen dari total biaya produksi, sementara di Jepang hanya 4,08 persen (lihat http://www.tempo.co.id/hg/ekbis/2005/09/12/brk,20050912-66475,id.html). Apakah ini data yang valid?

Mengapa ongkos logistik mahal?
- apakah karena konektivitas yang jelek terutama prasarana jalan, pelabuhan, dan antar moda?
- regulasi (aturan main) yang tidak jelas? siapa yang bertanggung jawab atas penurunan biaya, apa insentif bagi perbaikan?
- perilaku manusia (kartel dan perkoncoan ataupun kong-kalikong) pada prinsipnya bagi-bagi rejeki?
- lemahnya teknologi termasuk ICT?

Bagaimana memperbaiki keadaan? Dari sisi perusahaan dapat menerapkan pembiayaan logistik (lihat https://fisher.osu.edu/supplychain/pdf_files/SCCOSTING.pdf) yakni bagaimana bisa memperbaiki waktu, mutu, biaya, dan fleksibilitas.

Kalau antar perusahaan (dalam level industri secara keseluruhan), dapat dilakukan perbaikan dalam arena: kolaborasi, segmentasi, koordinasi, optimisasi sistem, standardisasi, dan liberalisasi. (lihat http://www.cefic.org/Documents/IndustrySupport/supply_chain_excellence.pdf).

Apa kita-kita jawaban kita bila ada yang bertanya kebijakan apa yang dapat dijalankan Pemerintah Indonesia (mungkin kementrian perhubungan) dalam menekan mahalnya ongkos logistik ini?

Salam,
Togar

------------------------------------------------------------------------------------------------
Terimakasih prof Togar atas pemicu idenya..
Ada beberapa pertanyaan saya:
1. Sebenarnya bagaimana menghitung ongkos logistik sebuah barang? Sehingga kita bener-bener tahu seberapa mahalnya?
2. Tentang peran pemerintah. Kalau melihat master plan pengembangan ekonomi indonesia - uu no 32 thn 2011, ada bbrp kementerian yg tergabung untuk membenahi sist perekonomian, termasuk di antaranya sist logistik. Nah, salah satunya kementerian perdagangan. Apa peran yg sebaiknya mereka ambil? Tentunya selain kementerian perhubungan..

Mohon pencerahannya..
Terimakasih

Rini
-----------------------------------------------------------------------------------
Dear Rini dan Rekan-rekan Di Logic,
Dear Prof Togar,
 
Mohon izin untuk menjelaskan.
 
Rekan-rekan sekalian, sampai saat ini kita masih terpaku atau terikat pada paradigma bahwa biaya logistics itu mahal, kata-kata mahal ini sesungguhnya sesuatu yang rancu atau bias, karena yang selalu menjadi dasar adalah logistics cost biaya logistics negara lain yang semua kondisinya sangat berbeda dengan negara kita, ini benang merah yang harus kita pahami, karena pemerintah kita dengan negara lain berbeda, korupsi negara kita, berbeda dengan negara lain, kondisi geografis kita berbeda dengan negara lain, ICT negara kita juga berbeda dengan negara lain, harga barang-barang kita juga berbeda dengan negara lain, dasar-dasar inilah yang sesunggunya harus kita pahami pada saat kita memberikan ukuran tentang mahal tidaknya sebuah biaya logistics.
 
Mari semua kita samakan persepsi kita dalam dunia logistics aplikatif, bahwa biaya logistis selalu diukur dari harga jual sebuah barang, dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan logistics. kemudian kita masuk kepertayaan diatas, Logistics costnya itu meliputi apa saja?:
 
Secara umum, logististics cost bisa kita kelompokkan dalam 2 kelompok besar yaitu;
1. Biaya logistics untuk keperluan produksi atau kita sebut Inbound Logistics cost, yang meliputi biaya logistics untuk kegiatan import row material - produksi.
2. Biaya Outbound Logistics, yaitu biaya yang dikeluarkan dari mulai produksi - end user/customer.
 
Semua aspek yang masuk didalam 2 kegiatan besar di atas, apakah itu WH ( RM, FG, Hub, dll ), kemudian Transport ( Primary, secondary ) biaya IT, biaya Handling, dll dihitung dalam satu kesatuan, kemudian dibandingkan dengan harga jual product yang dihandle.
 
Rasio secara umum adalah :
  1.  Consumer Goods : 1% - 7%. 
  2. Electronics : 3% - 10%.
  3. Mining, Oil & Gas : 0.5% - 3%.
  4. Automotive : 0.5% - 3%.
  5. Chemical : 3% - 7%.
  6. Textile : 2% - 7%.
  7. Pharmaceutical : 0.25% - 3%.
  8. Others : 1% - 7%.
 Semakin rendah harga suatu product, semakin besar volume atau kemasannya dan semakin luas jaringan distribusinya, maka akan semakin tinggi rasio biaya logisticsnya.
Penyebaran product hanya di pulau Jawa, tentu logistics costnya akan lebih murah dibandingkan dengan product yang penyebarannya diseluruh Indonesia ( catatan harga jual sama ). dst.
 
Prof Togar, mohon maaf kalau masih ada yang kurang.
Semoga penjelasan diatas, bisa membantu memberikan pencerahan kepada rekan-rekan sekalian. Jika Logistic cost merasa tinggi, bandingkanlah dengan product sejenis dari perusahaan yang lain, yang area distribusinya juga sama.
 
Terima kasih,
Regards,
Sugi Purnoto
MLI

---------------------------------------------------------------
Dear Pak Sugi dan Bapak/Ibu lainnya.
 
Jika saya lihat pemaparan ini, rasio yang diberikan Pak Sugi mendekati dengan rasio logistic cost (outbound) yang saya jalani sabagai praktisi di FMCG untuk pengiriman ke seluruh Indonesia (domestic).
Rasio ini hanya sampai mata rantai pemindahan hak penyerahan barang yang biasanya di level Distributor, Retail Besar atau Modern Trade.
 
Saya kira ongkos logistik yang dimaksud oleh Pak Togar adalah secara makro yaitu inbound & outbound serta sampai level end user.
 
Atau ada pandangan lain dari rekan2.
 
Salam,
Yaswandi Kardi

-----------------------------------------------------------------------
Salam pak Togar,

Di tempat saya bekerja, rata-rata logistic cost berkisar 17%-20% dimana alokasi terbesar pada biaya gudang. Ini pun masih jauh dan belum menggunakan sistem transportasi maupun pergudangan secara modern. Ini masih di luar biaya sistem ERP yang mendukung logistik dimana penggunaan SAP termasuk cukup besar kontribusinya pada biaya secara keseluruhan. Kadang terasa memprihatinkan, pakai SAP kok tidak optimal infrastrukturnya...

Meski tidak memiliki data akurat, saya melihat bahwa pergudangan menjadi biaya besar dalam bisnis kami - karena transaksi distribusi tidak seperti consumer goods - salah satunya dipicu tingginya biaya gedung yang saya lihat bukan saja kompleksitas masalahnya seperti tingginya harga bahan bangunan, rumitnya perizinan, biaya konstruksi, biaya maintenance yang mahal karena harga spare part pendukung pun tidak murah (misal, harga batere forklift saja yang second bisa mencapai 40 jt untuk forklift 2 ton), belum lagi hak guna bangunan di negara ini hanya 1/3 dari China (70 th) apalagi Thailand (80th), dan juga tambahan angka 'catutan' selama pembangunan gudang. Di Pulogadung, gudang baru hanya dengan fasilitas docking bisa lebih dari 60 ribu per meter tanpa ERP! Sewa pergudangan menjadi sangat mahal dan tidak kompetitif sehingga banyak perusahaan 3PL service berkelana mencari land lord ke pinggiran-pinggiran meski mereka punya nama besar di dunia internasional.

Mengenai transportasi, saya masih menggunakan jasa transporter yang jauh dari kelas dunia, tanpa tracking, kalau mau tahu tracking ya telp dulu, beberapa jam baru tahu statusnya, masih lemah safetynya dan jangan bermimpi punya laporan compliance CO2 report Euro II meski dari principle kami memintanya. Ini terjadi bukan saja karena beratnya menanggung target penurunan biaya atas logistic cost dan terlalu besarnya gap biaya antara transporter dengan service level yang 'hanya' sedikit di atas servicenya. Sebagai contoh, transporter kami sanggup mengganti 100% barang hilang tapi tanpa traceability via internet seperti transporter lain, padahal jika dibandingkan, biaya pengiriman ke Surabaya 'cuma' 25% dari kebanyakan transporter. Tentu para pengusaha truk tahu persis soal rute balikan. Tentu saja para pengusaha truk masih berani memainkan harga lebih rendah asal tidak ada tembak2an SIM, KIR, tebar kotak korek api, harga spare part truk sepanjang jalan plus jalan mulus tanpa macet - karena yang ini jelas-jelas besar pengaruhnya terhadap umur pakai spare part dan konsumsi bahan bakar, dan tentu saja, harga bahan bakar.

Kelihatannya saya pesimis sekali, namun logistik itu masalah kompleks karena pemutar roda ekonomi yang tidak bisa diproses tanpa dukungan yang terintegrasi. Kesalahan kebijakan publik atas pra sarana logistik dijamin halal akan menguliti keberlangsungan biaya secara keseluruhan. Sebagai contoh, meski tiap tahun kita sibuk dengan perbaikan jalur pantura di Jawa Barat tapi juga tidak membangun jalur yang sama baiknya sebagai penghubung antara sumber industri dan jasa dengan customernya, tidak akan terbangun secara terintegrasi dan tidak akan serta merta menurunkan biaya logistik. Dalam sejarah, pembangunan jalur Daendels memang meningkatkan kontribusi besar secara ekonomi, namun membunuh perlahan pelabuhan Cilacap, Tegal, Cirebon, dan harga komoditas dari daerah selatan Jawa Tengah yang melalui pelabuhan naik 30%. Apa kita nggak bosan melihat transporter Jakarta ke kota-kota di Sumatera, satu kota harus satu perusahaan ekspedisi akibat biaya tambahan jika multiple destination? Bagaimana perusahaan transporter akan maju jika mereka hanya melayani Jakarta - Medan saja? Bandingkan dengan jalur Jakarta - Surabaya, kita masih bisa menggunakan satu truk dari Jakarta dan menurunkan barang di beberapa tempat. Itupun, efisiensi transporter masih belum sepenuhnya baik, karena setelah Semarang, mungkin truk 4 ton tinggal mengangkut 1 ton ke Surabaya!!!! Jika tingkat fulfilment transporter di atas (estimasi kasar saya) 70% di setiap titik destinasi, maka saya yakin biaya transportasi akan turun bisa mencapai 20%. Ini menunjukkan bahwa kebijakan bukan hanya urusan bahan bakar, jalan, perizinan, tetapi lebih strategis seperti program-program jangka panjang, lay out antar daerah, keseimbangan kebijakan pusat dan daerah, dan lain-lain. Dalam kacamata besar, blue print seperti GBHN saya pikir masih diperlukan, asal terstruktur baik.

Saya sangat berharap pemerintah serius membuat kebijakan strategis yang terintegrasi sehingga saya bisa menikmati mangga di Jakarta dengan di daerah tidak besar gapnya dan bukan kebijakan PU membuat jalan besoknya PLN gali lubang pasang kabel listrik dan besoknya lagi Telkom pasang kabel optik, lalu hari minggu enak2-nya tidur, kita ngomel2 karena air mati, listrik mati, telp mati karena PDAM menggali lagi buat pasang pipa baru!!! :D

Hanya dua 'kethip'...
Salam dan mohon maaf kalau tidak berkenan.....

Adi N

Monday 25 July 2011

Freight Forwarders' Liability Insurance ( Asuransi Freight Forwarders)

Freight Forwarders' Liability Insurance :

Apa & Mengapa

Menurut situs GAFEKSI (Gabungan Forwarder & Ekspedisi Indonesia) atau
INFA (Indonesian Forwarders Associations) -www.infa.or.id-; Jasa
Ekspedisi Angkutan Barang (Freight Forwarding Services) merupakan jasa
yang berhubungan dengan penerimaan, angkutan, pengkonsolidasian,
penyimpanan, penyerahan, Logistik dan atau distribusi barang beserta
jasa tambahan dan jasa pemberian nasehat yang terkait dengannya,
termasuk kegiatan kepabeanan dan perpajakan, kewajiban pemberitahuan
tentang barang untuk keperluan instansi pemerintah, penutupan asuransi
barang dan pengutipan atau pembayaran tagihan atau dokumen yang
berhubungan dengan barang tersebut.
Secara garis besar Freight Forwarding Services meliputi:

- Ocean freight forwarder / NVOC
- Air freight forwarder / air cargo agent- Customs Agent
- Road haulier - Trucking
- In transit warehousing / Depot Opeartors
- Packing / Consolidating

Mengapa anda butuh Freight Forwarders' Liability?

Care Custody and Control

Freight Forwarders bertanggung jawab terhadap barang-barang pihak ketiga
(cargo) yang berada dalam penanganan dan pengawasannya (care, custody
and control) agar aman dan selamat samapi tujuan.

So Many Parties
Mengangkut barang dari satu lokasi ke lokasi lainnya diseluruh Indonesia
(domestic) maupun diseluruh belahan bumi (worldwide) melibatkan banyak
sekali pihak-pihak terkait mulai dari pemilik barang, sub-kontraktor,
pihak angkutan darat, pihak pekerja bongkar muat, pelabuhan, pihak
pelayaran, bea-cukai, dan pihak ketiga lainya. Jika terjadi klaim, siapa
yang beratnggung jawab?

So Many Claims
Klaim dapat timbul dari kontrak pengangkutan, bill of lading atau airway
bill, kontrak pergudangan, maupun tanggung gugat hukum pihak ketiga
lainnya yang mungkin timbul dari suatu peristiwa kecekaan pengangkutan.

High Cost of Defence
Terbukti bertanggung jawab ataupun tidak, jika terjadi suatu
permasalahan maka dapat dipastikan bahwa biaya investigasi dan pembelaan
hukum bisa sangat mahal, biaya pengacara (lawyer) dan biaya-biaya
pengadilan baik tingkat pertama, banding dan kasasi bisa sangat lama dan
sangat mahal.

Freight Forwarders' Liabilty Insurance sebenarnya adalah persyaratan
wajib (compulsory) bagi perusahaan untuk bisa beroperasi di bidang jasa
freight forwarders, namun demikian yang terjadi di Indonesia FFL
belumlah merupakan keharusan terkecuali jika mereka dipersyaratkan dalam
suatu kontrak atau keagenan dengan perusahaan asing.

Bukankah sudah ada "Marine Cargo Insurance"?

Marine Cargo Insurance dibeli dan premi dibayar oleh pemilik barang
(cargo owner) untuk menjamin kerusakan atau kerugian yang terjadi pada
kargo selama dalam perjalanan (transit), jika kerusakan atau kerugian
kargo terjadi akibat dan berada dalam penanganan dan pengawasan (care,
custody and control) Freight Forwarders, maka pemilik kargo maupun cargo
underwriters akan menuntut hak subrogasi kepada perusahaan Freight
Forwarders.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Pasal 1365 dan 1366)

Pasal 1365.
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian itu
untuk mengganti kerugian tersebut.


Pasal 1366.
Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang
disebabkan perbuatan-perbuatannya, melainkan juga atas kerugian yang
disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.



Apa yang dijamin dalam Freight Forwarders' Liability?

Polis Freight Forwarders' Liability Insurance memberikan jaminan
yang lengkap untuk segala aktivitas jasa pengangkutan barang, tidak
hanya terbatas pada jaminan atas kerugian dan kerusakan kargo tetapi
juga menjamin consequential loss, misdelivery, delay, fines & duties,
dan tentu saja jaminan terhadap third party legal liability, yang dibagi
dalam 4 kelompok jaminan:

1) Cargo and Related Liabilities
2) Third Party Liability
3) Liability for Fines & Duty
4) Claims Expenses

1) Cargo and Related Liabilities

Menjamin tanggung gugat hukum terhadap kerugian atau kerusakan kargo
yang berada dalam penanganan atau pengawasan, freight forwarder sesuai
dengan kontrak pengangkuan atau konvensi pengangkutan internasional;

a. Kerusakan atau kerugian fisik pada kargo
b. Kerusakan atau kerugian fisik pada kapal atau peralatan pihak
ketiga
c. Kerugian lanjutan atau biaya-biaya ekstra (direct consequential
loss) sebagai akibat dari kerusakan atau kerugian a dan b
d. Kesalahan pengiriman, penyerahan kargo dan keterlambatan karena
kelalaian dalam menjalankan SOP, (delay, incorrect or wrongful delivery
of cargo, failure or omission to follow specific instruction)
e. Kontribusi biaya GA yang tidak bisa diperoleh dari klien
(cargo's contribution to general average and salvage which the
Insured is unable to recover form the Customers)

2) Third Party Liability

Menjamin tanggung gugat hukum terhadap cidera badan atau kerusakan harta
benda pihak ketiga akibat suatu kecelakaan dalam pengangkutan atau
kegiatan freight forwarder

a. Cidera badan pihak ketiga (third party bodily injury)
b. Kerusakan atau kerugian harta benda pihak ketga (loss or damage to
third party property)
c. Kerugian lanjutan atau biaya-biaya ekstra (direct consequential
loss) yang diderita pihak ketiga sebagai akibat dari a dan b


3) Liability for Fines & Duty

Menjamin tanggung gugat hukum terhadap biaya-biaya, denda akibat
pelanggaran aturan kepabeanan (custom) atau regulasi yang berlaku
(Unintentional breach of any law or statutory provision) sehubungan
dengan:

a. Export-import kargo
b. Peralatan (equipment) yang digunakan untuk pengankutan atau
handling kargo
c. Keimigrasian (immigration)
d. K3 (safety of working conditions)


4) Claims Expenses

Menjamin biaya-biaya perkara dan pengacara dalam proses klaim dan
penyelesaian klaim, biaya-biaya tsb dapat meliputi:

a. biaya-biaya surveyor, lawyer, or expert
b. biaya-biaya untuk memusnahkan kargo
c. biaya-biaya karantina, fumigasi, disinfektan (selain untuk
prosedur normal)


Siapa saja yang bisa klaim kepada Freight Forwarders?

Jika terjadi kerusakan atau kerugian, Siapa saja yang bisa klaim kepada
Freight Forwarders? Ya…bisa siapa saja. Klaim bisa datang dari:

-The cargo owner - your customer (Pemilik kargo)
-Sub-contractors
-Owners or operators of the vessel, aircraft or truck carrying the cargo
-Authorities (Pemerintah)
-Third parties to whom you owe a duty of care (Pihak ketiga)



Limit of Liability: Berapa jumlah ganti rugi nya?

Sesuai dengan Konvensi International yang dicantumkan dalam kontrak
pengangkutan, Bill of Lading untuk pengangkutan laut dan Airway Bill
untuk pengangkutan udara

Dalam hal pengangkutan kargo melalui laut, terdapat 4 konvensi
internasional yang berlaku, yaitu:

Limits of Liability under the international conventions:
1. The limit under Hague Rules 1924 - Pounds 100 per package or unit,
Pounds 100 being the amount to Pounds 100 gold value.
2. The limit under Hague-Visby Rules 1968 - 10,000 Poincare Francs per
package or unit or 30 Poincare Francs per kilo of gross weight,
whichever is higher
3. The limit under Hamburg Rules 1978 - 2.5 Special Drawing Rights (SDR)
per kg or 835 SDRs per package or shipping unit
4. The limit under SDR Protocol 1979 - 2 SDRs per kg or 666.67 SDRs per
package, whichever is higher
Sedangkan untuk pengangkutan udara diatur dalam Warsaw Convention 1929
– 250 French Gold Francs per kilogram (atau sekitar 51.9230 USD per
kilogram)

Jika Berat Maksimum yang diperkenankan untuk container 20 Feet adalah 20
Ton dan untuk container 40 feet adalah 28 Ton dengan memakai SDR
Protocol 1979 yang umum dipakai, dengan kurs 1 SDR = 1.53 USD maka akan
diperoleh batas maksimum ganti rugi sebesar US$ 61,200 s/d US$ 85,680
per container.

Nah kalau dalam satu kapal terdapat 10 kontainer milik satu Perusahaan
Freight Forwarders, maka perlu sedikitnya US$ 600,000 Limit of Liability
per shipmentnya bukan? Belum lagi untuk menjamin extra charges dan
Tanggung Jawab Hukum Pihak Ketiga dan Claim Expenses.

Special Limit Max US$ 100,000

Special Limit Max US$ 100,000 diberlakukan di polis khusus untuk cargo:
(cigarettes, spirits or wines, works of art, mobile telephones and
parts, computers and parts and software, memory chips, and computer
security system).


Berapa Rate / Premi-nya?

Rate / Premi Freight Forwarders' Liability sangat bergantung kepada
besar kecilnya portfolio dan turn over perusahaan freight forwarders
yang disebut Gross Freight Receipt (GFR), Company Profile, Range of
Services, Claims Experience, and Limit of Liability.

Berdasarkan pengalaman biasanya premi mulai dari US$ 4,500 per tahun

*Gross Freight Receipt (GFR) is Gross revenue plus payments to agents
and subcontractors in respect of transport services, but excluding
customs duty, sales tax, or similar fiscal charges/ disbursements paid
on behalf of customers. Do not deduct any cost of operation, fixed
recurring or isolated overhead or any other expenses of any kind.


Description of Covers
FREIGHT FORWARDERS' LIABILITY INSURANCE


Risks Covered/Jaminan
Cargo liability, Menjamin tanggung gugat hukum terhadap kerugian atau
kerusakan kargo yang berada dalam penanganan atau pengawasan, freight
forwarder sesuai dengan kontrak pengangkuan atau konvensi pengangkutan
internasional
Liability to customers' equipment, Menjamin tanggung gugat hukum
terhadap kerugian atau kerusakan kapal atau peralatan yang digunakan
dalam kegitan pengangkutan
Liability for consequential loss, Menjamin tanggung gugat hukum terhadap
kehilangan keuntungan pihak ketiga akibat kerugian atau kerusakan kargo
yang diangkut atau kerugian atau kerusakan kapal atau peralatan yang
digunakan dalam kegitan pengangkutan.
Liability for misdelivery of cargo, Menjamin tanggung gugat hukum
terhadap kesalahan pengiriman kargo karena error or omission.

Liability for misdirection costs, Menjamin tanggung gugat hukum terhadap
kesalahan perintah pengiriman atau penanganan kargo karena error or
omission.
Liability for delays, Menjamin tanggung gugat hukum terhadap
keterlambatan dalam kesalahan perintah pengiriman atau penanganan kargo
karena error or omission.
Liability to general average, Menjamin tanggung gugat hukum terhadap
kontribusi general average and salvage dari pemilik kargo yang tidak
dapat diperoleh kembali dari klien
Liability for fines & duties, Menjamin tanggung gugat hukum terhadap
biaya-biaya, denda akibat pelanggaran aturan kepabeanan (custom)
Third party legal liability, Menjamin tanggung gugat hukum terhadap
cidera badan atau kerusakan harta benda pihak ketiga akibat suatu
kecelakaan dalam pengangkutan atau kegiatan freight forwarder
Liability for unintended pollution Menjamin tanggung gugat hukum
terhadap polusi dan biaya-biaya pembersihannya
claim and Legal cost,Menjamin biaya-biaya perkara dan pengacara dalam
proses klaim dan penyelesaian klaim

Monday 18 July 2011

Makro vs Mikro Logistik

Hasil diskusi milis ALI tentang Makro vs Mikro Logistik
semoga bermanfaat

Makro vs Mikro Logistik
Dear rekan-rekan ALI,
Diskusi ini sangat menarik karena kita sebagai pelaku mengetahui kondisi langsung masalah di lapangan dan punya solusi ideal. Bisa dipastikan implementasi solusi ini pasti tidak gampang, kalau gampang logistik kita dari 20 tahun lalu sudah menjadi terbaik di Asia.

Kita harus bisa membedakan antara Konsep Logistik (Makro) dan Eksekusi Logistik (Mikro), sering kali kita terjebak disini. Melakukan analisa makro tetapi memakai kaca mata mikro. Kalau kita mendesign konsep logistik Makro dengan kaca mata Mikro akhirnya bisa seperti yg sering dikatakan oleh teman saya Mahendra: Perfecting the Wrong Thing.

Konsep Blueprint atau Sislognas adalah design sistem logistik Indonesia secara Makro yang mempunyai visi locally integrated & globally connected, dan objectivenya adalah menurunkan biaya logistik & meningkatkan service level. Sehingga design dari sislognas harus mendukng tercapainya objective seperti Moda transportasi yg menjadi prioritas (jalan,laut atau udara), dimana lokasi hub internasional, dimana saja alur ferry dan kapal laut utk menghubungkan pulau kita, lokasi logistics center, dll. Juga membahas apa saja yg perlu dibuat untuk mendukung SDM Indonesia di bid logistik, sistem IT yg seperti apa, regulasi yg harmonis antara daerah dan pusat dan antar dept, dan peranan jasa logistik.

Kalau kita membuat Sislognas dengan mempertimbangkan semua hambatan yg terjadi di lapangan (mikro), maka tdk pernah akan jadi Sislognas kita ini. Hambatan dilapangan harus dihilangkan bukan dipertimbangkan. Yang harus dipertimbangkan dalam sislognas adalah kondisi alam dan jalur perdagangan.

Setelah makro designnya jadi baru kita turunkan menjadi aturan, guidance,enforcement, agar menjadi applicable di lapangan. Proses ini tdk mudah tapi perlu support dari kita semua dan sikap optimis bahwa design yg dibuat akan membuat sistem logistik kita lebih baik.

Sebenarnya proses diatas sdh kita lakukan di tempat kerja kita masing2,dimana waktu kita mendesign sistem logistik di perusahaan, kita memakai business strategy sebagai panduan dan akhirnya diturunkan menjadi program kerja di bidang logistik. Jadi kalau perusahaan kita ingin menambah market share 5%, dept logistik harus siap2 untuk nambah gudang baru, truk dll.

Proses ini berjalan bertahap sampai ke program kerja masing2 orang, hambatan di lapangan seperti pungli, skill SDM yg kurang dll, tdk akan mempengaruhi target perusahaan utk menambah market share 5%, dept logistik yg harus mengatasi masalah tsb.

Teman-teman yang kemarin baru selesai training SCOR, pasti mengetahui benar bagaimana menurunkan business strategy perusahaan, menjadi strategy logistik dan bagaimana cara eksekusinya. Kalau di SCOR dari level 1 sampai level 3 (yg bisa menjadi SOP), merubah dari "AS IS" menjadi "TO BE"

Komentar dari Pak Wahyu bahwa konsep subsidi tdk berjalan karena bisa menimbulkan lahan korupsi yg baru, cara pandang seperti ini melihat masalah makro dgn kacamata mikro. Subsidi perlu dilakukan di infrastruktur logistik karena infrastruktur adalah sunk cost dan menjadi tugas pemerintah untuk melakukan investasi sebagai pelayanan ke masyarakat. Makin bagus dan efisien
infrasturktur logistiknya makin besar multiplier effectnya kepada ekonomi

dan pada akhirnya pemerintah mendapat pemasukan dari tempat lain seperti pajak. Bila swasta ingin masuk ke infrastruktur maka swasta pasti mengharapkan kompensasi utk menutup sunk cost mereka seperti tariff toll yg naik tiap tahun, monopoli atau lahan ribuan hektar (utk JSS - menurut kabar angin :)

Logistik adalah enabler dari ekonomi makanya harus dibuat se-efisien mungkin, kasus dari RA membuat Logistik bukan menjadi enabler tapi blocker thd ekonomi. Kalau jaringan distribusi kita sudah lancar maka perbedaan harga produk antar pulau atau daerah akan tipis sehingg ekonomi di masing2 daerah akan berkembang. Sistem Logistik Nasional juga harus berpihak untuk mendukung daya saing produk local, cara nya bagaimana saya juga kurang tahu. Mungkin Pak Angga dari ITB lebih ahli dalam masalah ini.

Masukan dari rekan-rekan sangat bagus dan kita harapkan rekan-rekan ALI bisa hadir pada Seminar Logistik Nasional pada tanggal 20 Juli di Bandung (@Pak Andi bukan seminar Financial SCM) dimana konsep Makro Logistik Indonesia akan dibahas, kalau kita bisa urun rembuk memberikan ide pada seminar ini sangatlah bagus, sekalian kita bisa kenalan siapa tau bisa dapat bisnis (ini

yg Mikronya :). Rencananya juga tanggal 26 Juli di Makassar dgn topic yg

sama plus mengenai Logistik di Indonesia Timur.

Sebagai informasi tanggal 5 Juli kemarin, ALI bersama Kantor Menko mengadakan training introduction to Logistik kepada 60 pegawai negeri dari berbagai department dan instansi yang berkaitan dgn Logistik. Hal ini sangat menggembirakan karena kita bisa menularkan virus bahwa Logistik adalah enabler dari perekenomian sehingga harus efisien dan efektif kepada teman-teman kita di birokrasi.

Thanks

Zaldy

Pendapat member :
Boss Zaldy,Akur sama penjelasannya bahwa pemerintah harus menyediakan infrastruktur logistik..., tapi itu tampaknya lebih tepat disebut sebagai investasi, bukan subsidi. Kalau subsidi berarti bantuan atas biaya operasional, dan karenanya bisa disalahgunakan.Kalau infrastruktur tersebut hanya boleh dioperasikan oleh badan yang ditunjuk, tidak based on competition, maka hasilnya seperti pt KA atau Ferry yang sampai sekarang tidak berkembang..oya, KA dan Ferry disubsidi.
.Begitu boss...


Pak Zaldy, Sebenarnya klo service-nya juga sepadan dg cost yg ditetapkan para pelaku masih bisa menerima (walaupun dg berat hati). Tetapi bila pada kenyataannya malah kebalikannya dan bahkan menimbulkan extra cost lainnya kan malah sangat-sangat kontra produktif bagi pengembangan dunia logistik yg semakin besar peranannya dan menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi secara makro di segala aspek kehidupan di Republik ini.
Sangat disayangkan bila suatu kebijakan ditelorkan dan seolah-olah tanpa melalui pematangan konsep dan tahapan yg sistematis yg terencana dan terukur. Yang pada pelaksanaannya malah menambah carut marutnya penanganan rangkaian rantai suply itu sendiri.Mudah-mudahan ke depan pemerintah bisa lebih cerdas dan cermat dalam menelorkan kebijakan-kebijakan strategis terkait dg pengaturan bagian per bagian dari rangkaian aktifitas Logistik/Supply Chain baik regional, nasional maupun kawasan demi kebaikan dan keunggulan bangsa ini juga.

Salam,
Baskoro


Pak Zaldy Yth. dan Temans semua,
Pemerintah seharusnya melakukan studi banding bagaimana negara tetanggakita mengelola & mengembangkan infrastuktur logistik untuk meningkatkan daya saing & memicu pertumbuhan ekonomi mereka, (tapi birokrat yg berangkat ke sana harus yg benar2 paham ttg Logistik bukan sekedar mau jalan2 & belanja), bisa ke Singapura & Malaysia.
Jika paradigmanya Logistik sbg profit center lalu operator yg diberi tugas gradenya (-+???). Dapat ipastikan daya saing Indonesia semakin merosot, karena logistics handling cost akan semakin mahal dari hulu ke hilir, mulai dari yg resmi sampai premanisme di bidang logistik. Ujung2nya bisa ditebak: harga produk buatan Indonesia semakin mahal dan tidak kompetitif baik di pasar domestik maupun di pasar internasional.Sekarang saja sudah terasa kok, lihat produk2 import pertanian yang masuk ke Indonesia, kualitasnya lebih baik tapi harganya lebih murah, sedangkan produk lokal pertanian Indonesia, sudah gradenya lebih rendah harga2nya lebih mahal, selain rendahnya inovasi, proses farming, serta pengawasan mutu, juga akibat proses operasional logistik di bidang pertanian yg carut-marut. Beberapa produsen Indonesia yang pening dan frustasi dengan situasi ini sudah melakukan tool manufacturing di negara lain untuk membuat produk lokal yg dijual di Indonesia, sebuah ironi kan?, di saat investor asing di undang masuk, sebagian investor domestik malah pindah ke negara lain. Apakah mereka yang ada di Parlemen, Birokrasi, & Penegak Hukum, pernah berpikir tentang hal ini, atau memang ada yang memiliki masalah kronis di bidang kompetensi, integritas, kepemimpinan, & visi kebangsaan, sehingga membenahi infrastuktur dan birokrasi di bidang logistik saja tidak selesai-selesai.Memulai aktivitas dengan opini yg pening, krn jalanan sebentar lagi macet... :) ,
semoga berkenan...
Salam,
Deni Danasenjaya